Minggu, 19 Februari 2012

Dewa-Dewi dalam Pewayangan



1. Antaboga



Adalah tokoh wayang cerita Mahabarata, Sanghyang Antaboga atau Sang Hyang Nagasesa atau Sang Hyang Anantaboga atau Sang Hyang Basuki adalah dewa penguasa dasar bumi. Dewa itu beristana di Kahyangan Saptapratala, atau lapisan ke tujuh dasar bumi. Dari istrinya yang bernama Dewi Supreti, ia mempunyai dua anak yaitu Dewi Nagagini dan Naga Tatmala. Dalam pewayangan disebutkan, walaupun terletak di dasar bumi, keadaan di Saptapratala tidak jauh berbeda dengan di kahyangan lainnya.

Sang Hyang Antaboga adalah putra Anantanaga. Ibunya bernama Dewi Wasu, putri Anantaswara. Walaupun dalam keadaan biasa Sang Hyang Antaboga serupa dengan ujud manusia, tetapi dalam keadaan triwikrama, tubuhnya berubah menjadi ular naga besar. Selain itu, setiap 1000 tahun sekali Sang Hyang Antaboga berganti kulit (mrungsungi).
Dalam pewayangan, dalang menceritakan bahwa Sang Hyang Antaboga memiliki Aji Kawastrawam, yang membuatnya dapat menjelma menjadi apa saja sesuai dengan yang dikehendakinya. Antara lain ia pernah menjelma menjadi garangan putih (semacam musang hutan atau cerpelai) yang menyelamatkan Pandawa dan Kunti dari amukan api pada peristiwa Bale Sigala-gala.
Putrinya, Dewi Nagagini menikah dengan Bima, orang kedua dalam keluarga Pandawa. Cucunya yang lahir dari Dewi Nagagini bernama Antareja atau Anantaraja.
Sang Hyang Antaboga mempunyai kemampuan menghidupkan orang mati yang kematiannya belum digariskan, karena ia memiliki air suci Tirta Amerta. Air sakti itu kemudian diberikan kepada cucunya Antareja dan pernah dimanfaatkan untuk menghidupkan Dewi Wara Subadra yang mati karena dibunuh Burisrawa dalam lakon Subadra Larung.
Sang Hyang Antaboga pernah dimintai tolong Batara Guru menangkap Bambang Nagatatmala, anaknya sendiri. Waktu itu Nagatatmala kepergok sedang berkasih-kasihan dengan Dewi Mumpuni, istri Batara Yamadipati. Namun para dewa gagal menangkapnya karena kalah sakti. Karena Nagatatmala memang bersalah walau itu anaknya, Sang Hyang Antaboga terpaksa menangkapnya. Namun Dewa Ular itu tidak menyangka Batara Guru akan menjatuhkan hukuman mati pada anaknya dengan memasukkannya ke Kawah Candradimuka. Untunglah Dewi Supreti istrinya, kemudian menghidupkan kembali Bambang Nagatatmala dengan Tirta Amerta. Batara Guru juga pernah mengambil kulit yang tersisa sewaktu Sang Hyang Antaboga mrungsungi dan menciptanya menjadi makhluk ganas yang mengerikan. Batara Guru menamakan makhluk ganas itu Candrabirawa.
Sang Hyang Antaboga, ketika masih muda disebut Nagasesa. Walaupun ia cucu Sang Hyang Wenang, ujudnya tetap seekor naga, karena ayahnya yang bernama Antawisesa juga seekor naga. Ibu Nagasesa bernama Dewi Sayati, putri Sang Hyang Wenang. Suatu ketika para dewa berusaha mendapatkan Tirta Amerta yang membuat mereka bisa menghidupkan orang mati. Guna memperoleh Tirta Amerta para dewa harus membor dasar samudra. Mereka mencabut Gunung Mandira dari tempatnya dibawa ke samudra, dibalikkan sehingga puncaknya berada di bawah, lalu memutarnya untuk melubangi dasar samudra itu. Namun setelah berhasil memutarnya, para dewa tidak sanggup mencabut kembali gunung itu. Padahal jika gunung itu tidak bisa dicabut, mustahil Tirta Amerta dapat diambil. Pada saat para dewa sedang bingung itulah Nagasesa datang membantu. Dengan cara melingkarkan badannya yang panjang ke gunung itu dan membetotnya ke atas, Nagasesa berhasil menjebol Gunung Mandira, dan kemudian menempatkannya di tempat semula. Dengan demikian para dewa dapat mengambil Tirta Amerta yang mereka inginkan. Itu pula sebabnya, Nagasesa yang kelak lebih dikenal dengan nama Sang Hyang Antaboga juga memiliki Tirta Amerta.*
*) Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa untuk mendapatkan Tirta Amerta, para dewa bukan membor samudra, melainkan mengaduk-aduknya. Ini didasarkan atas arti kata ngebur dalam bahasa Jawa, yang artinya mengaduk-aduk, mengacau, membuat air samudra itu menjadi ‘kacau’.
Jasa Nagasesa yang kedua adalah ketika ia menyerahkan Cupu Linggamanik kepada Bathara Guru. Para dewa memang sangat menginginkan cupu mustika itu. Waktu itu Nagasesa sedang bertapa di Guwaringrong dengan mulut terbuka. Tiba-tiba melesatlah seberkas cahaya terang memasuki mulutnya. Nagasesa langsung mengatupkan mulutnya, dan saat itulah muncul Bathara Guru. Dewa itu menanyakan kemana perginya cahaya berkilauan yang memasuki Guwaringrong. Nagasesa menjawab, cahaya mustika itu ada pada dirinya dan akan diserahkan kepada Bathara Guru, bilamana pemuka dewa itu mau memeliharanya baik-baik. Bathara Guru menyanggupinya, sehingga ia mendapatkan Cupu Linggamanik yang semula berujud cahaya itu.
Cupu Linggamanik sangat penting bagi para dewa, karena benda itu mempunyai khasiat dapat membawa ketentraman di kahyangan. Itulah sebabnya semua dewa di kahyangan merasa berhutang budi pada kebaikan hati Nagasesa.
Karena jasa-jasanya itu para dewa lalu menghadiahi Nagasesa kedudukan yang sederajat dengan para dewa dan berhak atas gelar Bathara atau Sang Hyang. Sejak itu ia bergelar Sang Hyang Antaboga. Para dewa juga memberinya hak sebagai penguasa alam bawah tanah. Tidak hanya itu, oleh para dewa Nagasesa juga diberi Aji Kawastram* yang membuatnya sanggup mengubah ujud dirinya menjadi manusia atau makhluk apa pun yang dikehendakinya.
*) Sebagian orang menyebutnya Aji Kemayan. spertinya sebutan itu kurang pas, karena Kemayan yang berasal dari kata ‘maya’ adalah aji untuk membuat pemilik ilmu itu menjadi tidak terlihat oleh mata biasa. Kata ‘maya’ artinya tak terlihat. Jadi yang benar adalah Aji Kawastram.
Untuk membangun ikatan keluarga, para dewa juga menghadiahkan seorang bidadari bernama Dewi Supreti sebagai istrinya. Perlu diketahui, cucu Sang Hyang Antaboga, yakni Antareja hanya terdapat dalam pewayangan di Indonesia. Dalam Kitab Mahabarata, Antareja tidak pernah ada, karena tokoh itu memang asli ciptaan nenek moyang orang Indonesia.
Sang Hyang Antaboga pernah berbuat khilaf ketika dalam sebuah lakon carangan terbujuk hasutan Prabu Boma Narakasura cucunya, untuk meminta Wahyu Senapati pada Bathara Guru. Bersama dengan menantunya, Prabu Kresna yang suami Dewi Pertiwi, Antaboga berangkat ke kahyangan. Ternyata Bathara Guru tidak bersedia memberikan wahyu itu pada Boma, karena menurut pendapatnya Gatotkaca lebih pantas dan lebih berhak. Selisih pendapat yang hampir memanas ini karena Sang Hyang Antaboga hendak bersikeras, tetapi akhirnya silang pendapat itu dapat diredakan oleh Bathara Narada. Wahyu Senapati tetap diperuntukkan bagi Gatotkaca.

2. Aruna
ARUNA atau NGRUNA (pedalangan Jawa) berujud burung garuda. Ia sulung dari dua saudara putra Dewi Winata dengan Resi Kasyapa. Adik kandungnya yang juga berujud burung garuda bernama Aruni/Suwarna atau Ngruni (pedalangan Jawa).
Aruna lahir atau menetas sebelum waktunya. Hal ini akibat ketidak sabaran Dewi Winata setelah mengetahui telur-telur yang dilahirkan Dewi Kadru, kakaknya yang juga menjadi istri Resi Kasyapa semuanya menetas berujud ular. Aruna yang lahir sebelum waktunya karena tubuhnya belum tumbuh bulu, merintih-rintih kesakitan. Akibat tak tahan menahan rasa sakit, Aruna yang marah mengutuk ibunya, bahwa kelak kehidupan Dewi Winata akan mengalami kesengsaraan hidup yang penuh dengan penderitaan karena menjadi budak.
Kutukan Aruna menjadi kenyataan. Akibat kalah menebak warna kuda Ucirawas, karena Dewi Kadru dibantu anak-anaknya yang berwujud ular melilit tubuh kuda Ucirawas, menyebabkan tubuh kuda yang putih mulus menjadi belang-belang, Dewi Winata kemudian menjadi budak Dewi Kadru bekerja mengasuh ribuan ular anaknya.
Aruna mengetahui penderitaan ibunya itu, ia sangat menyesal dan bersedih hati, karena kutuk pada ibunya itu langsung mengena pada dirinya pula yang menjadi kurang terawat. Tapi ia tak bisa berbuat sesuatu apapun. Setelah bulu sayapnya kuat membawa tubuhnya, Aruna kemudian pergi terbang tinggi ke angkasa, meninggalkan ibunya yang penuh dengan derita kesengsaraan.
Aruna kemudian bersemayam di kolong langit, hinggap di mega-mega dengan membawa kesedihan dan penyesalan. Kesedihan dan penyesalan Aruna baru beeakhir setelah Garuda Aruni, adiknya berhasil membebaskan Dewi Winata dari perbudakan dengan penebusan berupa cupu berisi Saktiwisa.
3. Baruna
BATHARA BARUNA sering disebut pula dengan nama Bathara Waruna. Ia masih keturunan Sanghyang Wenang dari keturunan Sanghyang Nioya. Bathara Baruna berwujud Dewa berwajah ikan dan seluruh badannya bersisik ikan. Karena itu Bathara Baruna dapat hidup di darat dan di air, mempunyai cupu berisi air kehidupan Mayausadi.
Bathara Baruna bertempat tinggal di kahyangan Dasar Samodra. Ia bertugas menjaga kesejahteraan makhluk di dalam samodra. Pada jaman Maespati, Bathara Baruna pernah mengalami kesulitan, air narmada tidak mengalir karena terhalang oleh tubuh Prabu Arjunasasra yang tidur bertiwikrama menjadi brahalasewu membendung muara Narmada, sehingga mengahalangi aliran sungai dan menimbulkan banyak kematian. Bathara Baruna dapat menyelesaikan persoalan itu dengan memberikan Cupu Banyu Panguripan (air kehidupan) kepada Prabu Arjunasasra. Air Kehidupan itu dipergunakan Prabu Arjunansasra untuk menghidupkan kembali Dewi Citrawati dan para putri Maespati yang mati bunuh diri karena hasutan/tipu daya ditya Sukasarana, anak buah Prabu Dasamuka.
Bathara Baruna juga banyak berjasa membantu Ramawijaya, dengan mengerahkan ikan-ikan besar membendung samodra hingga pembuatan tambak untuk jembatan menyeberangkan jutaan laskar kera Gowa Kiskenda ke negara Alengka dapat terlaksana.
4. Basuki
BATHARA BASUKI dikenal pula dengan nama Bathara Wasu. Ia adalah putra Bathara Wismanu, keturunan dari Sanghyang Taya, adik Sanghyang Wenang. Bathara Basuki adalah Dewa keselamatan yang berwujud ular putih. Karena ketekunannya bertapa, ia mendapat anugrah dewata berupa Aji Kawrastawan, sehingga dapat beralih rupa menjadi manusia dan dapat beradat-istiadat serta berbicara seperti manusia.
Bathara Basuki menjelma kepada satria yang berjiwa selamat/basuki yaitu Prabu Baladewa/Kakrasana, raja negara Mandura yang berkulit putih, sebagai lambang kesucian atau keselamatan, terlepas dan terluput dari segala keburukan dan kesalahan. Bathara Basuki menjelma dalam tubuh Prabu Baladewa sebagai balas jasa atas kebajikan yang pernah dilakuklan oleh Prabu Baladewa menyelamatkan dirinya yang berwujud ular dari kematian di hutan Krendayana. Dengan penitisan Bathara Basuki, sehingga pada masa tuanya, Prabu Baladewa terhindar dari pertikaian keluarga yang berperang dalam Bharatayuda.
Setelah keturunan Yadawa lenyap dan Prabu Baladewa akan meninggal, Bathara Basuki keluar dari tubuh Kakrasana/Prabu Baladewa melalui mulutnya, dijemput oleh para naga, diantaranya Naga Taksaka, Kumuda, Mandarika, Hreda, Durmuka, Praweddi, kembali ke patala.
5. Bayu
SANGHYANG BAYU disebut pula Hyang Pawaka (angin), Dewa yang melambangkan kekuatan. Ia putra keempat Sanghyang Manikmaya, raja Tribuana dengan permaisuri Dewi Umayi. Sanghyang Bayu mempunyai lima orang saudara kandung masing-masing bernama; Sanghyang Sambo, Sanghyang Brahma, Sanghyang Indra, Sanghyang Wisnu dan Bhatara Kala. Ia juga mempunyai tiga orang saudara seayah lain ibu, putra Dewi Umarakti, yaitu ; Sanghyang Cakra, Sanghyang Mahadewa dan Sanghyang Asmara.
Sanghyang Bayu menurut wujudnya telah mencerminkan wataknya yang gagah berani, kuat, teguh santosa, bersahaja, pendiam dan dahsyat. Sanghyang Bayu bersemayam di Kahyangan Panglawung. Ia menikah dengan Dewi Sumi, putri Bathara Soma, dan berputra empat orang masing-masing bernama; Bathara Sumarma, Bathara Sangkara, Bathara Sudarma dan Bathara Bismakara.
Menurut kitab Mahabharata, Sanghyang Bayu berputra pula dari Dewi Anjani, putri sulung Resi Gotama dari pertapaan Erriya/Grastina seorang anak berwujud kera putih yang diberi nama Maruti/Anoman. Sedangkan menurut pedalangan Jawa, Anoman merupakan putra Dewi Anjani dengan Bathara Guru/Sanghyang Manikmaya. Sanghyang Bayu pernah turun ke Arcapada menjadi raja di negara Medanggora bernama Resi Boma.
6. Brama
SANGHYANG BRAHMA atau Brama adalah putra kedua Sanghyang Manikmaya, raja Tribuana dengan permaisuri pertama Dewi Umayi. Ia mempunyai lima orang saudara kandung masing-masing bernama; Sanghyang Sambo, Sanghyang Indra, Sanghyang Bayu, Sanghyang Wisnu dan Bathara Kala. Sanghyang Brahma juga mempunyai tiga orang saudara seayah lain ibu, yaitu putra Dewi Umarakti, masing-masing bernama; Sanghyang Cakra, Sanghyang Mahadewa dan Sanghyang Asmara.
Sanghyang Brahma bersemayam di Kahyangan Daksinageni. Ia mempunyai tiga orang permaisuri dan dua puluh satu putra, 14 pria dan 7 wanita. Dari permaisuri Dewi Saci berputra dua orang bernama; Bathara Maricibana dan Bathara Naradabrama. Dengan Dewi Sarasyati mempunyai lima orang putra bernama; Bathara Brahmanasa, Bathara Bramasadewa, Bathara Bramanasadara, Bathara Bramanarakanda dan Bathara Bramanaresi. Sedangkan dengan Dewi Rarasyati/Raraswati mempunyai empat belas orang putra dan putri, masing-masing bernama; Dewi Bramani, Dewi Bramanistri, Bathara Bramaniskala, Bathara Bramanawara, Dewi Bramanasita, Dewi Bramaniyati, Dewi Bramaniyodi, Bathara Bramanayana, Bathara Bramaniyata, Bathara Bramanasatama, Dewi Bramanayekti, Dewi Bramaniyuta, Dewi Dresanala dan Dewi Dresawati.
Sanghyang Brahma adalah Dewa Api, maka bila bertikikrama ia dapat mengeluarkan prabawa api. Ia seorang panglima perang yang ulung, dan berkedudukan sebagai senapati angkatan perang Suralaya/Kadewatan. Sanghyang Brahma pernah turun ke Arcapada, menjadi raja di negara Medanggili bergelar Maharaja Sunda/Rajapati.
7. Bremani
DEWI BREMANI dalam pedalangan Jawa dikenal pula dengan nama Dewi Dresnawati. Ia adalah putri ke 13 (tiga belas) atau bungsu dari Sanghyang Brahma dengan permaisuri Dewi Rarasyati/Raraswati. Dewi Bremani menikah dengan Prabu Banjaranjali raja negara Alengka. Perkawinan terjadi setelah Prabu Banjaranjali menyerang negara Medangpura untuk menuntut balas atas kematian ayahnya, Prabu Hiranyakasipu yang tewas bersama Prabu Hiranyawreka, raja negara Kasi dalam peperangan di negara Medanggili melawan Maharaja Suman (penjelmaan Sanghyang Wisnu). Dalam perang tersebut Banjaranjali dapat dikalahkan dan takluk kepada Maharaja Sunda (penjelmaan Sanghyang Brahma} dan kemudian diambil menantu.
Dari sekian banyak saudara kandung yang dikenal adalah Dewi Brahmaniyuta yang menikah dengan Bathara Srinada(Prabu Basurata) raja Negara Wirata. Dewi Bramanisri yang menikah dengan Garuda Briawan/Aruni. Dewi Dresanala yang menikah dengan Arjuna dan berputra Wisanggeni. Kemudian Bathara Brahmanayasa yang menurunkan raja-raja Alengka dan Brahmanayana yang menurunkan raja-raja Mandura.
Sedangkan saudara lain ibu Dewi Bremani yang dikenal diantaranya Bathara Brahmanaresi yang menikah dengan Dewi Srihuna, putri Sanghyang Wisnu, berputra Bathara Parikenan. Kemudian Bathara Bramanasadewa yang menikah dengan Dewi Srinadi, putri Sanghyang Wisnu, berputra Prabu Brahmakestu yang menurunkan Prabu Canderakestu dan Prabu Suryakestu, raja-raja di wilayah negara Maespati.
Dari perkawinannya dengan Prabu Banjaranjali, Dewi Bremani mempunyai dua orang putra, yaitu Banjaransari yang setelah menjadi raja Alengka bergelar Prabu Getahbanjaran, dan Dewi Bermaniwati yang menikah dengan Wisnungkara, putra Ditya Rudramurti (penjelmaan Bathara Isnumurti) yang selanjutnya menurunkan para raksasa termasuk Prabu Yudakalakresna, raja negara Dwarawati.
8. Cingkarabala
CINGKARABALA & UPATABALA adalah dua raksasa kembar putra Prabu Patanam, raja jin di jasirah Dahulagiri, sebelah timur laut Pegunungan Tengguru/Himalaya. Ia mempunyai seorang kakak berwujud lembu gumarang (lembu yang mempunyai dasar warna bulunya putih bertaburkan merah kuning keemasan) bernama Nanda/Nandi/Nandini atau Handini, yang menjadi kendaraan pribadi Sanghyang Manikmaya/Bathara Guru, raja Tribuana.
Sebagai putra raja jin, Cingkarabala dan Upatalabala sangat sakti. Mereka bertubuh gemuk pendek (untuk ukuran raksasa) dan berwajah menyeramkan, mencerminkan wataknya yang kejam. Namun demikian, Cingkarabala dan Upatabala memiliki sifat sangat setia, patuh pada perintah, teguh dan kukuh dalam pendirian.
Terbawa oleh kedudukan Nandi, kakaknya, Cingkarabala dan Upatabala ikut diboyong oleh Sanghyang Manikmaya ke Suralaya. Keduanya mendapat tugas menjaga pintu gerbang Suralaya yang bernama Selamatangkep. Mereka mendapat kuasa penuh untuk menolak dan memperkenankan siapa saja makhluk yang keluar masuk ke wilayah Suralaya.
9. Darma
BATHARA DARMA adalah Dewa Keadilan. Ia adalah putra Sanghyang Parma, yang berarti cucu Sanghyang Taya, adik Sanghyang Wenang. Bathara Darma mempunyai saudara kandung bernama Bathara Panyarikan. Ia mempunyai tugas kewajiban memberi petunjuk, fatwa dan ajaran kebajikan kepada umat di Arcapada. Pada jaman Lokapala, Bathara Darma menitis pada Prabu Lokawana, bertugas memberikan fatwa tentang tatanan peradaban kepada manusia dan golongan raksasa. Pada jaman Ramayana, ia menitis pada Prabu Banaputra, raja negara Ayodya, kemudian menitis pada Raden Bharata, putra Prabu Dasarata dengan Dewi Kekayi, bertugas memberi ajaran tentang hak dan kewajiban yang dimiliki dan dijalankan oleh orang perorang dalam tatanan hidup bermasyarakat. Sedangkan pada jaman Mahabharata, Bathara Darma menitis pada Prabu Puntadewa/Yudhistira, raja negara Amarta, bertugas memberi contoh tentang perilaku kebajikan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.
Dalam Kitab Mahabharata, parwa ke-XVII, Maha Prastanikaparwa, Bathara Darma menjelma menjadi seekor anjing yang berhasil menuntun Prabu Puntadewa/Yudhistira masuk ke Swargaloka.
10. Dewaruci
DEWARUCI mempunyai wujud dan bentuk sebagai dewa kerdil. Tokoh Dewaruci hanya dikenal dalam cerita pedalangan Jawa dan hanya ditampilkan saat Bima /Werkudara, satria kedua Pandawa, putra Prabu Pandudewanata, raja negara Astina dengan permaisuri Dewi Kunti, mendapat perintah Resi Drona untuk mencari Tirta Amrta/air kehidupan atau Prawitasari.
Dengan kesaktiannya, Dewaruci dapat memasukkan tubuh Bima yang besarnya beberapa kali lipat dari tubuhnya, masuk ke dalam tubuhnya melalui lubang telinga, dimana di dalam tubuh Dewaruci, Bima dapat melihat segala persoalan hidup atas petunjuk Dewaruci. Dewaruci juga merupakan satu-satunya makhuk yang dapat membuat Bima, orang yang selama hidupnya tidak bisa berlutut kepada siapapun, mendadak berlutut dan bersujud menyembah kepadanya.
Kepada Bima, Dewaruci memberikan dan menjabarkan tentang ilmu Sangkan Paraning Dumadi dan lmu kasampurnan. Ia banyak menguraikan masalah kebenaran sejati, tentang hakekat dan tujuan hidup yang sebenarnya. Berkat ajaran Dewaruci, Bima menjadi satria yang berbudi luhur, dapat membedakan antara hak dan kewajiban, mana perbuatan yang benar dan mana perbuatan yang salah yang harus dihindari.
11. Dewasrani
BATHARA DEWASRANI adalah putra Sanghyang Manikmaya, raja Tribuana dengan Bathari Durga, wujud Dewi Umayi setelah terkena kutukan Sanghyang Manikmaya. Ia lahir di istana siluman, Setragandamayit. Bathara Dewasrani mempunyai lima orang saudara satu ibu lain ayah, yang secara fisik merupakan putra Bathari Durga/Dewi Pramuni dengan Bathara Kala, masing-masing bernama; Bathara Siwahjaya, Dewi Kalayuwati, Bathara Kalayuwana, Bathara Kalagotama dan Bathara Kartinea.
Bathara Dewasrani berwajah tampan. Selain sakti, juga mempunyai Aji Kawrastawan, dapat beralih rupa menjadi apa saja sesuai kehendaknya. Bathara Dewasrani mempunyai sifat dan perwatakan; serakah, bengis, kejam, suka membuat usil dan mau benarnya sendiri. Berkali-kali ia membuat keributan di Jonggrisaloka dengan berbagai tuntutan yang aneh-aneh.
Bathara Dewasrani pernah menuntut untuk dijadikan raja di Kahyangan Kaideran dan dijodohkan dengan Dewi Supraba. Ketika keingginannya ditolak Sanghyang Manikamaya, ia mengamuk, tetapi dapat dikalahkan Bathara Indra. Dewasrani juga pernah mengejar-ngejar Dewi Sri Widowati/Dewi Srisekar, istri Bathara Wisnu sampai keluar Kahyangan Untarasegara. Atas perbuatannya itu ia dikutuk Bathara Wisnu menjadi babi hutan, dan dapat kembali kewujud aslinya setelah diruwat ibunya, Dewi Pramuni.
Berkali-kali Dewasrani menitis atau menjelma menjadi raja raksasa untuk membuat kekacauaan di Arcapada. Tetapi semua tindakannya itu selalu dapat digagalkan Bathara Wisnu. Karena berbagai tindakannya itu, Dewasrani dikenal sebagai lambang kejahatan
12. Dresanala
DEWI DRESANALA adalah putri ke 10 (sepuluh) Sanghyang Brahma dengan permaisuri Dewi Rarasyati/Raraswati. Ia mempunyai tiga belas saudara kandung, diantara mereka yang dikenal dalam cerita pedalangan adalah ; Dewi Bramanisri yang dianugerahkan kepada Garuda Briawan/Suwarna/Aruni dan menurunkan golongan garuda. Kemudian Dewi Bramaniyuta yang menikah dengan Bathara Srinada/Prabu Basurata, raja negara Wirata, berputra Dewi Bramaneki yang menikah dengan Bambang Parikenan, turun temurun menurunkan trah Wukir Retawu sampai keluarga Kurawa dan Pandawa .Saudaranya yang lain Dewi Bremani yang menikah dengan Prabu Banjaranjali yang menurunkan raja-raja negara Alengka termasuk Prabu Dasamuka.
Dewi Dresanala juga mempunyai delapan orang saudara seayah lain ibu, putra-putra Dewi Saci dan Dewi Sarasyati. Diantaranya yang dikenal adalah; Bathara Brahmanaresi yang menikah dengan Dewi Srihuna, putri Sanghyang Wisnu, berputra Bathara Parikenan. Kemudian Bathara Bramanasadewa yang menikah dengan Dewi Srinadi, putri Sanghyang Wisnu, berputra Prabu Brahmakestu yang menurunkan Prabu Canderakestu dan Prabu Suryakestu, raja-raja di layah negara Maespati. Dewi Dresanala pernah dianugerahkan kepada Arjuna, satria Pandawa yang waktu itu menjadi raja di kahyangan Kainderan atas jasanya membunuh Prabu Niwatakawaca raja raksasa negara Manikmantaka. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh seorang putra yang diberi nama; Wisanggeni
13. Durga
BATHARI DURGA pada mulanya bernama Dewi Danapati/Dewi Pramuni. Bertahun-tahun ia bertapa di hutan Krendayana karena bercita-cita ingin menjadi istri Sanghyang Manikmaya, raja Tribuana.
Keinginannya terkabul, tetapi hanya badan wadagnya/raganya saja. Oleh Sanghyang Manikmaya, badan halusnya/sukmya dipertukarkan dengan badan halus/sukma Dewi Umayi yang pada waktu itu badan raganya telah menjadi raseksi bernama Bathari Durga. Oleh Sanghyang Manikmaya, Bathari Durga ditempatkan di Kahyangan Setragandamayit/Setraganda Umayi di hutan Krendayana, menjadi ratu/penguasa golongan makhluk siluman. Setelah berputra Bathara Dewasrani sebagai istri Sanghyang Manikmaya, Bathari Durga kemudian dinikahkan dengan Bathara Kala, putra bungsu Sanghyang Manikmaya dengan Dewi Umayi. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh lima orang putra masing-msing bernama; Bathara Siwahjaya, Bathari Kalayuwati, Bathara Kalayuwana, Bathara Kalagota dan Bathara Kartinea.
Sebagai penguasa makhluk siluman, Bathari Durga berhak memberi anugrah kepada para pemujanya, baik berupa harta benda/kekayaan ataupun ilmu kesaktian. Karena berwujud akyan/badan halus, Bathari Durga bersifat abadi, hidup sepanjang jaman.
Bersambung………….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar